PRODUKTIVITAS DI MATA ISLAM
Suatu siang di
kota madinah yang sibuk. Rasulullah menciumi tangan salah seorang umatnya.
Maklum karena ia seorang buruh yang terbiasa bekerja keras, tentu saja telapak
tangannya sanagt kasar. “inilah tangan yang dicinta Allah dan Rasul-nya,”
demikian seru beliau pada khalayak yang hadir di tempat itu.
Pada kesempatan
lain, beliau menegur seorang yang malas dan meminta-minta, seraya menunjukkan
kepadanya jalan ke arah kerja produktif. Rasulullah meminta orang tersebut
menjual aset yang dimilikinya dan menyisihkan hasil penjualannya untuk modal
membeli alat (kapak) untuk mencari kayu bakar di tempat bebas dan menjualnya ke
pasar. Beliau pun memonitor kinerjanya untuk memastikan bahwa ia telah mengubah
nasibnya berkat kerja produktif. Begitulah, kerja produktif memang memiliki
nilai tinggi dalam islam.
Dengan mendasarkan
diri kita dari keteladanan para rasul ini, maka seorang muslim semestinya harus
selalu bersikap kreatif sekaligus produktif, dan menjauhkan diri dari sikap
pasif dan konsumtif. Islam sangat menghargai usaha, terlepas bagaimana
hasilnya. Denagn bekerja dan menghasilkan sesuatu, lambat laun seseorang akan
mandiri secara ekonomi. Demikian pula halnya dengan negara, semakin banyak
warganya mandiri, serta bekerja dan berusaha secara produktif, akan semakin
tinggi tingkat kemandiriannya. Sebaliknay, semakin tinggi tingkat penganguran,
seperti yang dialami indonesia saat ini, semakin rendahlah tingkat kemandirian
ekonomi negara tersebut. Oleh karena itu, upaya dan langkah-langkah yang
mendorong tumbuh dan berkembangnya usaha dan lapangan kerja seperti usaha
kecil, mendapat prioritas tinggi dalam Islam.
Produktivitas
haruslah sejalan dengan terpeliharanya keadilan bagi semua orang. Setiap
anggota komponen masyarakat harus dipacu untuk menghasilkan sesuatu, sesuai
bidangnya. Semua itu harus dilindungi jaminan keamanan serta keadilan bagi
setiap orang, pengakuan dan peghargaan untuk setiap pencapaian, dan sanksi yang
tegas bagi perilaku yang kontarproduktif (stick and carrot).
Pada titik ini,
terbayang kembali di mata kita pemandangan yang mengharukan itu, bagaimana
Rasulullah menciumi tangan umatnya yang kasar karena dipakai untuk bekerja.
“inilah tangan yang dicinta Allah dan Rasul-Nya,” begitu seru Rasulullah.
Sumber:Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam oleh Sulistyoningsih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar