Rabu, 27 Juni 2012

KONSEP MORAL ISLAM DALAM SISTEM DISTRIBUSI PENDAPATAN


KONSEP MORAL ISLAM DALAM SISTEM DISTRIBUSI PENDAPATAN

            Secara umum, islam mengarahkan mekanisme berbasis moral spiritual dalam pemeliharaan keadilan sosial pada setiap aktivitas ekonomi. Latar belakangnya karena ketidakseimbangan distribusi kekayaan adalah hal yang mendasari hampir semua konflik individu maupun sosial. Upaya pencapaian manusia akan kebahagiaan, membimbing manusia untuk menerapkan keadilan ekonomi yang dapat menyudahi kesengsaraan di muka bumi ini. Hal tersebut akan sulit dicapai tanpa adanya keyakinan pada prinsip moral dan sekaligus kedisiplinan dalam mengimplementasikan konsep moral tersebut. Ini adalah fungsi dari menerjemahkan konsep moral sebagai faktor endogen dalam perekonomian, sehingga etika ekonomi menjadi hal yang sangat membumi untuk dapat mengalahkan setiap kepentingan pribadi.
            Untuk itu, dalam merespons laju perkembangan pemikiran ini, yang harus dilakukan adalah: pertama, mengubah pola pikir dan pembelajaran mengenai nilai islam. Kedua, keluar dari ketergantungan pihak lain. Islam menyadari bahwa pengakuan akan kepemilikan adalah hal yang sangat penting. Setiap hasil usaha ekonomi seorang muslim, dapat menjadi hak miliknya, karena hal inilah yang mejadi motivasi dasar atas setiap aktivitas produksi dan pembangunan.
            Kedua karakteristik manusia diatas, sudah cukup mengarahkan manusia untuk berlaku sebagai makhluk karakteristik. Semakin banyak materi akan semakin senang, dan semakin banyak materi akan semakin mulia. Oleh sebab itu, manusia berkompetisi dalam kegiatan ekonomi satu sama lain, sebagai upaya mengumpulkan sebanyak-banyaknya materi. Oleh karena itu, dilain pihak prinsip moral islam mengarahkan kepada kenyataan bahwa pengakuan hak milik harus berfungsi sebagai pembebas manusia dari karakter materialistis. Dalam islam legitimasi hak milik akan tergantung dan sangat terkait erat kepada pesan moral untuk menjamin keseimbangan, di mana hak pribadi di akui, namun hak kepemilikan tersebut harus bisa berfungsi sebagai nafkah konsumtif bagi diri dan keluarga, berproduksi dan berinvestasi, alat untuk mengapresiasikan kepedulian sosial (zakat, infak, shadaqah) dan jaminan distribusi kekayaan, menjamin mekanisme kerja fisabilillah dan semangat pembangunan serta penataan.
            Dari sini, sebagaimana yang banyak tertuang dalam kajian fiqih islam, pengertian etimologis dari kepemilikan seseorang akan materi berarti penguasaan terhadap sesuatu (benda). Sedangkan secara terminologis berarti spesialisasi seseorang terhadap suatu benda yang memungkinkannya untuk melakukan tindakan hukumsesuai dengan keinginannya atas benda tersebut, selama tidak ada tidak ada halangan syara’ atau selama arang lain tidak terhalangi untuk melakukan tindakan hukum atas benda tersebut.
            Pemanfaatan untuk kepentingan umat dan agama Islam harus lebih diutamakan, karena setiap milik individu dapat pula digunakan untuk kepentingan umum secara tidak langsung. Sebaliknya, setiap kepemilikan kolektif tidak dapat menganggu gugat kepemilikan pribadi, kecuali hal yang demikian itu ditujukan untuk menjalankan perintah Allah SWT.hanya saja Islam tidak mengenal mushadarah, yaitu perampasan hak seseorang dengan dalih untuk kepentingan umum.
            Para ahli fikih mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan kepemilikan umum itu adalah:
Pertama, fasilitas/ sarana umum yang menjadi kebutuhan umum masyarakat, seperti air, padang rumput, jalan-jalan umum.
Kedua, barang tambang, seperti tambang minyak dan gas bumi, emas dan logam mulia lainnya, timah, besi, uranium, batu bara, dan lain sebagainnya.
Ketiga, sumber daya alam yang bentukan materinnya sulit untuk dimiliki individu, seperti laut, sungai, danau.
            Islam menciptakan beberapa instrumen untuk memastikan keseimbangan pendapatan di masyarakat. Seperti zakat dan sedekah misalnya, instrumen ini dikedepankan untuk keseimbangan karena mengingat tidak semua orang mampu terlibat dalam proses ekonomi karena yatim piatu atau jompo dan cacat tubuh. Tetapi harus diingat zakat tidak akan ada jikalau tidak ada sumbernya yang bertumpu pada tiga hal: profit perdagangan, pendapatan, dan gaji pekerja, dan aset perusahaan atau individu.
            Ekses etikonomi untuk pembahasan mekanisme distribusi pendapatan atas hak kepemilikan materi/kekayaan dalam islam mencerminkan bebera hal berikut:
*      Pemberlakuan hak kepemilikan individu pada satu benda, tidak menutupi sepenuhnya akan adanya hak yang sama bagi orang lain.
*      Negara mempunyai otoritas kepemilikan atas kepemilikan individu yang tidak bertanggung jawab terhadapa hak miliknya.
*      Dalam hak kepemilikan berlaku sistematika konsep takaful/ jaminan sosial (sesama muslim atau sesama manusia secara umum).
*      Hak milik umum dapat menjadi hak milik pribadi (konsep usaha dan niatan).
*      Konsep hak kepemilikan dapat meringankan sejumlah konsekuensi hukum syari’ah.
*      Konsep kongsi dalam hak yang melahirkan keuntungan materi harus merujuk kepada sistem bagi hasil.
*      Ada hak kepemilikan orang lain dalam hak kepemilikan harta.
Sumber : Pengenala Eksklusif Ekonomi Islam

1 komentar: