Rabu, 27 Juni 2012

Memantapkan Peran Koperasi Syariah


Memantapkan Peran Koperasi Syariah

Dalam perkembangannya, mulai banyak bermunculan metamorfosa sistem perkoperasian di negeri kita, ada koperasi simpan pinjam, koperasi serba usaha, koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi jasa dan sebagainya. Pada akhir milenium ke dua di negeri kita muncul bentuk koperasi baru yang kita kenal saat ini sebagai koperasi syariah.
Dewasa ini koperasi syariah menjadi trend di masyarakat dan digadang-gadang sebagai salah satu alternative pembiayaan usaha rakyat yang muncul dari metamorfosa antara sistem perkoperasian yang sudah berjalan lama di Indonesia dan bentuk mikro dari bank syariah. Dalam aplikasinya memang kita dapati kesamaan karakteristik pengamalan pada koperasi syariah atau dengan bentuk semisal dan lebih dikenal oleh masyarakat luas dari tahun 1990-an yaitu Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).
BMT dalam aplikasinya menerapkan fungsi simpan pinjam layaknya pada koperasi dengan menggunakan instrumen produk yang sedikit banyaknya mengacu pada modernisasi produk perbankan, khususnya perbankan syariah. BMT dalam perkembangannya telah terbukti banyak memberikan kontribusi yang cukup besar pada perkembangan dan penguatan ekonomi pada usaha mikro kecil dan menengah.
Secara historis BMT pertama kali dikenal pada tahun 1992, jumlah BMT di seluruh Indonesia saat ini telah mencapai lebih dari 3.307 unit yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia. Asset BMT diperkirakan lebih dari Rp 1,5 triliun, melayani lebih dari 2 juta penabung (anggota) dan memberikan pinjaman terhadap 1,5 juta pengusaha mikro dan kecil. BMT sebanyak itu telah mempekerjakan tenaga pengelola lebih dari 21.000 orang. Berdasarkan kajian Kantor Mennegkop dan UKM, lembaga keuangan mikro hanya mampu melayani 2,5 juta dari 39 juta pelaku UMKM. Dana yang mampu disediakan pun hanya sekitar 6 persen dari kebutuhan pembiayaan UMKM. Karenanya, Indonesia masih memerlukan lebih dari 8.000 unit LKM baru. Tentu ini merupakan tantangan yang harus segera dijawab.
Terlepas dari pesatnya perkembangan BMT atau koperasi syariah, lembaga ini masih perlu banyak pembenahan dan penguatan yang dapat menopangnya. Apalagi dengan adanya beberapa kasus moral hazard yang muncul dari pengurus maupun pengelola koperasi syariah dan metode interaksi yang masih cenderung kurang bijak dalam menyikapi anggota di beberapa koperasi syariah. Sebagai contoh adalah kasus bunuh diri yang sempat menarik perhatian para praktisi koperasi syariah dan lembaga terkait maupun masyarakat. Dalam pemberitaan salah satu media massa dikatakan bahwa bunuh diri ini dilakukan karena anggota dari salah satu koperasi syariah tersebut merasa di bawah tekanan pembayaran hutang yang jumlahnya tidak terlalu banyak namun dengan penyikapan dari pihak koperasi yang terlalu menekan bahkan akan diajukan ke meja hijau jika tidak dapat membayar lagi.
Kejadian tersebut tidak selayaknya terjadi pada sebuah koperasi yang berlandaskan syariah jika sumberdaya manusia di dalamnya dapat menyesuaikan kondisi lapangan. Tentu ini tidak serta merta ini kesalahan koperasi, tapi paling tidak ini menjadi catatan yang harus segera diperbaiki, tidak hanya pada satu koperasi yang bersangkutan, tapi pada sistem koperasi syariah secara umum.
Oleh karena itu, usaha pemantapan peran koperasi syariah tidak hanya mengacu pada kemampuan koperasi syariah dalam memberikan kebutuhan modal pada anggota, tapi lebih dari itu, koperasi syariah diharapkan menjadi salah satu pelengkap kebutuhan ekonomi anggotanya selayaknya hubungan keluarga.
Tentu kita masih ingat asas utama dalam peletakan fondasi koperasi adalah asas kekeluargaan. Hal ini dapat kita telusuri dalam amanat undang-undang dasar 1945 Pasal 33 ayat 1. Asas inilah yang harus tetap dipegang oleh segenap praktisi koperasi. Yang perlu dipahami bersama dalam asas ini adalah bahwa segala bentuk implementasi ekonomi pada koperasi diharapkan melalui proses musyawarah, adil, dan untuk tujuan kesejahteraan bersama. Asas ini sebenarnya dapat kita temui pada landasan koperasi syariah yang mengakar pada konsep sistem ekonomi syariah itu sendiri yaitu nilai moral. Aturan syariah sebagai konsekuensi logis dari aqidah bertujuan untuk membentuk moralitas dan akhlak yang mulia. Inilah yang perlu dipahami bersama dalam berkoperasi maupun berinteraksi secara umum. Apabila asas ini sudah mengakar pada pola piker SDM yang ada di koperasi syariah, secara tidak langsung ini menjadi poin penting dalam pemantapan kinerja koperasi syariah yang sudah menjamur di negeri kita ini.
Usaha pemantapan koperasi syariah berikutnya adalah sinergisitas pengawas manajemen dengan pengawas syariah. Tidak sedikit koperasi kecolongan karena tidak sempurnanya dua pengawasan di atas. Dari segi syariah mungkin sudah memenuhi syarat, namun dari segi manajemen masih carut marut, sehingga membuka peluang kecurangan dan kesalahan besar dalam praktiknya. Oleh karena itu, bentuk manajemen harus berbanding lurus dengan perkembangan aturan syariah di dalam pelaksanaannya.
Usaha pembenahan ini diharapkan dapat didukung oleh segenap masyarakat Indonesia khususnya para praktisi koperasi syariah dan pemerintah yang berwenang. Pada akhirnya, mengacu pada rumusan Hatta dan segenap pendiri bangsa ini dalam amanah UUD 1945, mari kita wujudkan dengan masyarakat yang maju, adil, dan makmur bersama-sama.
Sumber: Pemerhati fenomena sosial ekonomi, politik, dan budaya Aktivis dakwah kampus dan Mahasiswa Ekonomi Islam, FIAI UII Yogyakarta oleh sulis tyoningsih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar