Kebijakan Fiskal Dalam Perekonomian Islam
Moneter
dalam banyak buku teks ekonomi didefinisikan sebagai uang. Oleh karena itu
fokus utama pembahasan dalam kebijakan moneter adalah mengenai peranan uang
dalam perekonomian, baik mengenai teori-teori tentang uang, pengelolaan,
kebijakan, instrumen maupun institusi yang menjadikan uang sebagai objek
aktifitasnya.
Peranan Uang Dalam Perekonomian Uang, merupakan materi yang sangat berharga dan sangat ‘diagungkan’ di dunia. Perekonomian modern tidak dapat dipisahkan dengan pentingnya uang. Uang ibarat darah dalam tubuh manusia, tanpa uang, perekonomian tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Secara sederhana uang didefinisikan segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam pertukaran. Secara hukum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang sebagai uang. Jadi segala sesuatu dapat diterima sebagai uang jika ada aturan atau hukum yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagai alat tukar.
Fungsi utama uang dalam teori ekonomi makro (konvensional) adalah:
1. Sebagai alat tukar (medium of exchange) uang dapat digunakan sebagai alat untuk mempermudah pertukaran.
Peranan Uang Dalam Perekonomian Uang, merupakan materi yang sangat berharga dan sangat ‘diagungkan’ di dunia. Perekonomian modern tidak dapat dipisahkan dengan pentingnya uang. Uang ibarat darah dalam tubuh manusia, tanpa uang, perekonomian tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Secara sederhana uang didefinisikan segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam pertukaran. Secara hukum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang sebagai uang. Jadi segala sesuatu dapat diterima sebagai uang jika ada aturan atau hukum yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagai alat tukar.
Fungsi utama uang dalam teori ekonomi makro (konvensional) adalah:
1. Sebagai alat tukar (medium of exchange) uang dapat digunakan sebagai alat untuk mempermudah pertukaran.
2. Sebagai alat kesatuan hitung (unit of Account) untuk menentukan nilai/
harga sejenis barang dan sebagai perbandingan harga satu barang dengan barang
lain.
3. Sebagai alat penyimpan/penimbun kekayaan (Store of Value) dapat dalam bentuk uang atau barang.
3. Sebagai alat penyimpan/penimbun kekayaan (Store of Value) dapat dalam bentuk uang atau barang.
Kebijakan fiskal atau
yang sering disebut sebagai “politik fiskal” (fiscal policy) bisa
diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran
belanja negara dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian
Tujuan kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam berbeda
dari ekonomi konvensional, namun ada kesamaan yaitu dari segi sama-sama
menganalisis dan membuat kebijakan ekonomi. Tujuan dari semua aktivitas ekonomi
– bagi semua manusia – adalah untuk memaksimumkan kesejahteraan hidup manusia,
dan kebijakan publik adalah suatu alat untuk mencapai tujuan tersebut.
Pada sistem konvensional, konsep kesejahteraan
hidup adalah untuk mendapatkan keuntungan maksimum bagi individu di dunia ini.
Namun dalam Islam, konsep kesejahteraannya sangat luas, meliputi kehidupan di
dunia dan di akhirat serta peningkatan spiritual lebih ditekankan daripada
pemilikan material.
Kebijakan
fiskal dalam ekonomi kapitalis bertujuan untuk
(1)
pengalokasian sumber daya secara efisien;
(2)
pencapaian stabilitas ekonomi;
(3)
mendorong pertumbuhan ekonomi; dan
Sebagaimana
ditunjukkan oleh Faridi dan Salama (dua ekonom muslim) bahwa tujuan ini tetap
sah diterapkan dalam sistem ekonomi Islam walaupun penafsiran mereka akan
menjadi berbeda. Jadi Kebijakan fiskal merupakan salah satu dari piranti
kebijakan ekonomi makro.
Munculnya pemikiran tentang kebijakan fiskal
dilatarbelakangi oleh adanya kesadaran terhadap pengaruh pengeluaran dan
penerimaan pemerintah sehingga menimbulkan gagasan untuk dengan sengaja
mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah guna memperbaiki kestabilan
ekonomi.
Teknik
mengubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah inilah yang dikenal dengan
kebijakan fiscal.
Pajak dan Zakat Sebagai Instrumen
Kebijakan Fiskal
Salah
satu persoalan laten dalam konsep ekonomi Islam adalah persoalan dualisme zakat
dan pajak yang harus ditunaikan warga negara yang Muslim. Hal ini telah mengundang perdebabatan yang berlarut-larut hampir sepanjang
sejarah Islam itu sendiri. Sebagian besar ulama fiqh memandang bahwa zakat dan
pajak adalah dua entitas yang berbeda dan tidak mungkin dipersatukan. Menurut
mereka, zakat adalah kewajiban spiritual seorang Muslim terhadap Tuhannya,
sedangkan pajak adalah kewajibannya terhadap negara.
Untuk itu, perlu
diadakan kajian kritis untuk mengintegrasikan kedua kewajiban itu sehingga
kewajiban seorang Muslim terhadap agama dan negaranya dapat terlaksana secara
simultan. Sebaliknya negara juga diuntungkan karena penerimaan negara dari
sektor pajak sesuai dengan yang diharapkan. Pada gilirannya, pengintegrasian
itu perlu diwujudkan dalam kebijakan fiskal negara.
Tulisan
ini bertujuan untuk mendiskusikan bagaimana landasan pengintegrasikan zakat ke
dalam kebijakan fiskal. Hal ini membawa kepada pertanyaan selanjutnya yaitu
bagaimana pengaruh teori-teori tentang kebijakan fiskal terhadap hukum zakat.
Pembahasan ini menjadi penting karena kebanyakan penulisan tentang zakat selalu
dihadapkan secara diametral dengan pajak sehingga persoalan dikotomi zakat dan pajak
terus berlarut-larut. Sementara bagi yang telah mencoba mengintegrasikannya,
belum mencoba melihat zakat dalam kerangka teori kebijakan fiskal dan melihat
pengaruh-pengaruh yang ditimbulkannya terhadap hukum zakat dan mendiskusikan
bagaimana perubahan-perubahan tersebut menjadi mungkin. Halaman-halaman berikut
akan mendiskusikan kedudukan zakat jika diadopsi sebagai salah satu instrumen
dalam kebijakan fiskal, terutama pengaruhnya terhadap hukum (fiqh) zakat.
Terlebih dahulu akan dibahas sekilas mengenai kebijakan fiskal dan kedudukan
pajak di dalamnya.
Contoh menjalankan instrumen
kebijakan fiskal, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan
menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika
ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga
pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka
pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat
berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari
Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar
Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
Risiko
Fiskal dan Transparansi Anggaran Daerah
Dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2008 Pemerintah memasukkan risiko fiskal (fiscal
risk) sebagai isu yang cukup penting untuk dipertimbangkan dalam pembuatan
kebijakan penerimaan dan pengeluaran negara. Hal ini merupakan langkah bagus,
meskipun sudah agak terlambat karena negara-negara lain sudah menerapkan
beberapa tahun lebih awal.
Di dalam Kerangka Konseptual Pengungkapan Risiko Fiskal dalam Nota Keuangan
dan RAPBN 2008, Badan Kebijakan Fiskal (2007) menyatakan bahwa risiko
fiskal dapat diartikan sebagai peristiwa-peristiwa tertentu yang dapat
mempengaruhi posisi fiskal Pemerintah.
Pada prinsipnya risiko fiskal dapat diartikan sebagai ketidakpastian di masa
depan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan kebijakan fiskal yang telah dibuat
sebelumnya. Dalam praktik pengelolaan keuangan pemerintah di Indonesia, setelah
tahun anggaran berjalan melampaui satu semester, dilakukan perubahan anggaran
atau rebudgeting sebagai respon terhadap tidak terpenuhinya
asumsi-asumsi yang ditetapkan sebelumnya.
Perubahan anggaran, baik pada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah,
merupakan konsekuensi dari risiko fiskal yang melekat (inherent) dalam
peramalan pendapatan (revenues) dan belanja (expenditures).
Namun, tidak berarti setelah dilakukan perubahan anggaran risiko fiskal tidak
terjadi selama sisa tahun anggaran berjalan. Hal ini dapat dilihat dalam laporan
atas pelaksanaan anggaran yang dibuat setelah tahun anggaran berakhir. Di
pemerintah daerah laporan ini disebut Laporan Realisasi Anggaran (LRA), yang
memuat komponen pendapatan, belanja, dan pembiayaan beserta besaran anggaran,
realisasi, dan selisih anggaran dan realisasinya.
Selisih antara anggaran dan realisasi untuk ketiga komponen tersebut (yakni
pendapatan, belanja dan pembiayaan) menunjukkan ketidakakurasian dalam
penganggaran. Ketidakakurasian ini merupakan salah satu “pengukur” risiko
fiskal dalam penganggaran.
Risiko Fiskal dan Penganggaran
Tradisional
Ada beberapa faktor yang menyebabkan risiko fiskal selalu ada, salah satunya
adalah penerapan pendekatan anggaran konvensional atau tradisional. Allen Schick (2006) menyatakan bahwa anggaran konvensional
sudah tidak memadai lagi, karena:
- Masih menggunakan basis kas, dimana pengeluaran (expenditures) dicatat ketika pembayaran dilakukan, tidak ketika kewajiban (liabilities) timbul.
- Definisi dan kriteria pengakuan. Aturan dalam akuntansi tradisional menghalangi pengakuan risiko yang belum pasti.
- kewajiban implisit: banyak risiko yang masih implisit (moral atau politis), bukan kewajiban yang legal (legal obligations)
- Anggaran sering menyalahi kondisi fiskal pemerintah: kewajiban (seperti tunggakan2) dikeluarkan, seperti dilakukan terhadap dana-dana off-budget dan extra-budgetary.
- Anggaran tidak melihat ke depan (the budget is not forward looking). Horison waktu terbatas pada satu tahun dan kebputusan pengeluaran dibuat tanpa melihat implikasi ke depan.
- Anggaran tidak memasukkan contingent liabilities: Pembayaran-pembayaran pada masa yang akan datang untuk skema penjaminan dan asuransi hanya dimasukkan dalam tahun dimana pembayaran dilakukan.
Mengendalikan Risiko Fiskal
Menurut Schick (2006), ada beberapa langkah
yang bisa ditempuh untuk membatasi risiko fiskal pemerintah (limiting the
government’s fiscal risk), yakni:
1. Melakukan penilaian
atas risiko (risk assessment) sebelum komitmen dibuat. Waktu paling
tepat untuk mengontrol risiko adalah sebelum pemerintah menerimanya.
2. Risk assessment dipisahkan dengan risk
commitment. Di pemerintah, assessment dan commitment ditangani oleh entitas
yang sama. Sementara di bisnis, keduanya dipisahkan.
3. Kewajiban yang diperkirakan akan terjadi dilaporkan dalam lampiran
laporan keuangan. IMF code of
good practice on fiscal transparency merekomendasikan
pelaporan secara eksplisit atas contingent liabilities.
4. pemerintah berbagi risiko dengan perusahaan atau rumah tangga. Para pengambil risiko (risk-takers) biaya-biaya
yang timbul sebagai konsekuensi yang telah diambil bersama.
Pengaruh Kebijakan Fiskal terhadap Hukum (Fiqh) zakat
salah satu persoalan laten dalam konsep ekonomi Islam adalah persoalan
dualisme zakat dan pajak yang harus ditunaikan warga negara yang Muslim.
Sebagian besar ulama fiqh memandang bahwa zakat dan pajak adalah dua entitas
yang berbeda dan tidak mungkin dipersatukan. Penelitian ini berusaha untuk
menjawab bagaimana landasan pengintegrasian zakat dan pajak tersebut. Dan
bagaimana pengaruh teori-teori tentang kebijakan fiskal terhadap hukum zakat.
Karena itu, upaya pengintegrasian zakat dan pajak tersebut adalah dengan
melakukan rekonstruksi sejarah terhadap pelaksanaan zakat pada masa awal Islam.
Sehingga pengintegrasian zakat dan pajak ini dapat dilakukan dengan keberanian
merumuskan kembali konsep zakat dalam Islam. Hal ini tentu akan menyebabkan
pergeseran dalam hukum zakat. Pengaruh kebijakan fiskal modern terhadap hukum
zakat terjadi pada subyek dan obyek pajak, tarif, dan sasaran pendistribusian
zakat. Subyek zakat dalam kebijakan fiskal adalah perorangan dan badan hukum.
Pengaruh kebijakan fiskal terhadap obyek zakat adalah jenis kekayaan yang
dikeluarkan zakatnya tidak terbatas pada jenis-jenis harta tertentu, tetapi
juga meliputi berbagai jenis kekayaan lainnya menurut kebijakan pemerintah.
Pengaruh kebijakan fiskal dalam hal tarif atau prosentase zakat yang harus
dikeluarkan adalah sebagaimana dalam pajak, tarif zakat menjadi tidak tetap,
bisa saja dikenakan tarif proporsional, tarif regresif dan tarif progresif
sesuai dengan tujuan kebijakan fiskal yang akan dicapai pemerintah. Sedangkan
pengaruh terhadap sasaran pendistribusian zakat adalah perluasan makna asnaf
yang telah ditetapkan al-Qur’an dengan bertujuan untuk terpenuhinya pengeluaran
pemerintah dalam rangka kesejahteraan masyarakat. Sehingga penelitian ini
memberikan kontribusi bagi penemuan hukum Islam, yaitu penemuan hukum dengan
memakai pendekatan ekonomi makro yakni adanya pengaruh kebijakan fiskal negara
terhadap hukum zakat, baik dari segi subyek, obyek, tarif, dan
pendistribusiannya. Secara
praksis, penetapan hukum zakat mengacu kepada tujuan dan filosofi zakat itu
sendiri.
Sumber: /internet/kebijakan-fiskal-dalam-perekonomian.html. oleh Sulistyoningsih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar